Beberapa hari lalu, World Meteorological Organization (WMO) menerbitkan rilis bahwa bumi kemungkinan mengalami kemunculan kembali kondisi La NiƱa (40%). Dunia, khususnya Asia Tenggara, perlu bersiap menghadapi potensi curah hujan di atas normal.
Selama beberapa hari terakhir, Solo dan Boyolali mengalami mendung dan hujan. Cuaca berubah cepat, dari yang tadinya stabil panas, lalu dingin dan lembab.
Selama berkebun, kami mengamati bahwa perubahan cuaca dan perubahan musim akan mengundang perubahan pola kembang biak hama. Yang tadinya stabil, tiba-tiba menyeruak dan muncul dengan cepat. Saat cuaca stabil, hama juga stabil. Kami masih mampu mengatasinya tanpa harus memikirkan semprotan pesnab massal.
Laporan IPCC Climate Change and Land memberikan catatan kemungkinan peningkatan ledakan hama akibat perubahan iklim (high confidence). Wilayah tropis juga diberi catatan khusus bahwa ada potensi dampak perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Beberapa hari ini rombongan ulat bisa dibilang ada pada setiap tanaman pokchoy. Padahal biasanya serangan ulat hanya terjadi pada 3-4 tanaman. Kami tidak tahu, apakah ini masih dalam kondisi yang “wajar” atau tidak.
Berkebun membuat kami memikirkan banyak hal berulang kali. Berkebun mengubah segalanya karena kini kami melihat dan merasakan langsung bagaimana kebun bekerja bersama kekuatan semesta. Iklim ikut menentukan ketangguhan kebun.
Ketika petang menjelang, kami sering berpikir, apakah kami akan masih tetap sanggup kuat menghadapi perubahan iklim yang mulai mengubah segalanya? Seberapa tangguh sebetulnya kebun dan pertanian kita? Seiring berjalannya waktulah kami akan menemukan jawabannya.