Categories
Reportase

Daur Ulang Baru Sentuh 9% Sampah Plastik

JAKARTA-Pengelolaan sampah yang berkelanjutan hingga kini masih menjadi pemikiran sejumlah pihak di Indonesia. Penanganan sampah plastik tak cukup hanya dibebankan pada pengelola hilir atau pemerintah, melainkan juga pengelola hulu melalui pengurangan produksi dan lain sebagainya. Tanpa upaya tersebut, problem sampah bisa menjadi bom waktu yang merugikan lingkungan serta masyarakat.

Hal itu mencuat dalam diskusi daring bertema Zero Waste by AZWI (Aliansi Zero Waste Indonesia), akhir Februari 2022 lalu. Dalam data yang dihimpun AZWI, sejauh ini hanya 9% sampah plastik yang dapat didaur ulang, 12% dibakar dan 79% berakhir begitu saja di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) dan lingkungan. Salah satu penyebab tingginya sampah platik adalah aktivitas industri. Co-coordinator AZWI, Nindhita Proboretno, mengatakan tahun ini AZWI memberi perhatian pada kampanye advokasi kepada produsen. Menurut Nindhita, salah satu jenis sampah yang selalu ditemukan ketika kegiatan pungut sampah adalah saset atau plastik multilayer. “Fokus kampanye tahun ini adalah untuk mendorong produsen berkomitmen secara ambisius untuk membatasi, bahkan tidak lagi menggunakan saset sebagai kemasan produk,” ujar dia.

Pihaknya menyatakan plastik saset tidak bisa didaur ulang secara berkelanjutan sehingga berpotensi menambah beban bumi. Nindhita menyebut produsen perlu lebih kreatif mencari solusi lain yang bisa dipilih sebagai kemasan produk. Konsep guna ulang dan isi ulang yang saat ini sudah menjadi tren dunia, imbuh dia, bisa dicontoh oleh para produsen di Indonesia.

Peneliti Greenpeace Indonesia, Afifah Rahmi, mengatakan hasil riset Greenpeace menunjukkan hampir 70% responden ingin beralih ke produk reuse seperti di bulkstore atau refill store. Afifah menilai hal itu menjadi sinyal penting bagi produsen bahwa semakin banyak masyarakat yang teredukasi ihwal bahaya plastik sekali pakai. “Apalagi dalam riset terbaru kami terkait ancaman mikroplastik di galon sekali pakai, kami menemukan adanya partikel mikroplastik pada seluruh sampel galon sekali pakai sebanyak 85 juta–95 juta partikel per liter,” imbuhnya.

Permasalahan Sampah Impor

Di samping itu, kasus sampah impor juga menambah permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia. Berdasarkan investigasi, ekspor limbah kertas bekas dari Amerika Serikat ke pabrik kertas di Jawa Timur sejak tahun 2019 menurun secara signifikan. Namun sebagian besar
ekspor sampah kertas tersebut justru sampai di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta (83%). Toxic Program Officer Nexus 3 Foundation, M. Adi Septiono, mengatakan pemerintah perlu memperkuat pemantauan dan pengendalian pembuangan sampah plastik di Jabodetabek dan Jawa Timur secara teratur. “Ini untuk memastikan proses daur ulang dilakukan dengan prosedur yang ramah lingkungan,” jelasnya.

Lebih lanjut, penegakan regulasi menjadi hal penting dalam transformasi kebijakan pengelolaan sampah. Salah satu upayanya yakni regulasi dalam menekan perusahaan untuk berubah dan beradaptasi di mana sampah adalah tanggung jawab produsen. Adapun produksi plastik virgin untuk plastik sekali pakai dilarang, dan reuse atau refill adalah norma baru. “Kami menyusun panduan penyusunan Peraturan Pembatasan Plastik Sekali Pakai. Ini untuk memberi arahan kepada pemerintah daerah tentang cara menyusun peraturan pelarangan plastik sekali pakai yang baik, dimulai dari perencanaan, perumusan, pengawasan hingga evaluasi,” ujar Adi.