Salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah ketersediaan akses untuk air minum bersih dan sanitasi yang aman. Namun, bagaimana jadinya bila ada perkampungan di salah sudut kota Solo yang berdekatan dengan Kawasan wisata baru Masjid Al Zayed yang ternyata tidak memiliki jamban untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK)? Cukup miris tentunya.
Pemandangan pemukiman yang berjejal, rumah-rumah yang berderetan di gang sempit, satu rumah yang dihuni lebih dari 3 kepala keluarga merupakan fenomena yang jamak kita lihat saat berada di kelurahan Gilingan. Pak Andri Prasetyo selaku ketua RT 04 RW 15 kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, menuturkan bahwa kebanyakan warga di tempat tinggalnya tidak memiliki sanitasi yang layak. Tercatat hanya ada 7 rumah dari sekitar 60 rumah yang memiliki septic tank. Bu Jamal, salah satu warga yang memiliki septic tank di rumahnya, mengaku bahwa dari awal sejak memiliki rumah tersebut hingga sekarang sudah 23 tahun belum pernah sekalipun melakukan sedot WC. Padahal sedot WC sebaiknya wajib dilakukan setiap 2 sampai 3 tahun sekali.


Kelurahan Gilingan berada di tepi Kali Pepe. Kali Pepe berada di tengah kota Surakarta yang membentang dari Gilingan-Bendung Karet Tirtonadi- Balapan-Pasar Legi-Pasar Gedhe dan berakhir di Demangan. Di Kali Pepe terdapat tujuh sampai sembilan segmen yang bisa dijadikan tempat pengolahan sumber air bagi warga. Namun, apakah akses sanitasi dan air minum yang mereka gunakan sudah termasuk aman?
Pada hari minggu tanggal 25 Juni 2023 yang lalu, saya dan rombongan peserta yang terdiri dari komunitas, pembuat konten, dan jurnalis mengikuti susur kampung dan workshop menulis yang diadakan oleh USAID IUWASH Tangguh dan Joli Jolan. Dalam kegiatan ini, saya berkesempatan untuk melihat lebih dekat kondisi riil tentang pengelolaan sumber daya air, air minum sanitasi, dan perilaku hygiene masyarakat kelurahan Gilingan.
Menurut penuturan Pak Andri, banyak warganya yang menggunakan 2 sumber air. Air dari sumur digunakan untuk mandi dan mencuci, sedangkan kebutuhan minum dan memasak didapat dengan membeli air isi ulang. Tentu setiap bulan pengeluaran untuk kebutuhan tersebut mencapai ratusan ribu rupiah, tergantung kebutuhan rumah tangganya. Padahal kebanyakan penghasilan mereka tidak seberapa besar, tetapi mereka tetap harus membeli air karena air merupakan kebutuhan vital.

Risiko Stunting Akibat Sanitasi Buruk
Salah satu dampak yang terjadi akibat sanitasi buruk adalah stunting. Sebanyak 1.103 keluarga atau lebih dari 50% dari total 2.085 keluarga di Kelurahan Gilingan, Banjarsari, Solo, berisiko stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak yang bisa mempengaruhi kondisinya saat dewasa nanti (Sumber: https://soloraya.solopos.com/waduh-50-keluarga-di-gilingan-solo-berisiko-stunting-kenapa-ya-1326800)
Penyebab stunting antara lain kurangnya pengetahuan si ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan. Hal ini semakin diperburuk dengan terbatasnya akses pelayanan kesehatan termasuk layanan kehamilan, kurangnya akses air bersih dan sanitasi, serta masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
Puskesmas Gilingan pernah melakukan penelitian terhadap air sumur yang berada di kawasan ini, hasilnya ada yang layak untuk digunakan dan ada yang tidak layak. Padahal sumber air yang diteliti jaraknya berdekatan. Berdasarkan penelitian pada tahun 2016 jumlah penduduk Kota Surakarta sebanyak 514,171 jiwa dan prediksi jumlah penduduk pada tahun 2022 sebanyak 524,483 jiwa, serta prediksi kebutuhan air pada tahun 2016 sebesar 1,163,428 liter per detik dan pada tahun 2022 sebesar 1.186,763 liter per detik.
Pemerintah Kota Surakarta membutuhkan pasokan air dalam jumlah yang besar untuk memenuhi kebutuhan air minum penduduk yang kian bertambah. Penurunan kuantitas air baku menjadi salah satu isu yang dihadapi Perumda Air Minum dalam meningkatkan produksinya. Selain itu, sumber air baku yang digunakan berpotensi terkontaminasi akibat praktik pembuangan air limbah yang tidak aman.


Untuk memperoleh air bersih, kita juga harus memperhatikan sanitasi yang layak. Air bersih dan sanitasi yang layak dapat mencegah terjadinya infeksi berulang, mencegah diare, mencegah penyakit yang disebabkan oleh racun tinja serta dapat mencegah kekurangan nutrisi dan stunting. Perlu kerjasama dengan berbagai pihak untuk terus melakukan perilaku penggunaan air bersih dan sanitasi yang layak.
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat agar membuang air besar dan kecil di toilet/WC, mencuci tangan dengan sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengelolaan sampah (limbah padat) rumah tangga dan pengelolaan limbah cair rumah tangga (membangun IPAL Komunal). Penyediaan dan pengelolaan air bersih di rumah tangga dapat dilakukan dengan selalu mengolah air sebelum dikonsumsi. Setelah itu, air minum yang telah diolah kemudian disimpan di dalam wadah yang tertutup serta dibersihkan secara rutin.